SYAIKH Muhamad Abduh, ulama besar dari Mesir pernah geram terhadap dunia Barat yang mengganggap Islam kuno dan terbelakang. Kepada Renan,...
SYAIKH Muhamad Abduh, ulama besar dari Mesir pernah geram terhadap dunia Barat yang mengganggap Islam kuno dan terbelakang.
Kepada Renan, filosof Prancis, Abduh dengan lantang menjelaskan bahwa agama Islam itu hebat, cinta ilmu, mendukung kemajuan dan lain sebagainya.
Dengan ringan Renan, yang juga pengamat dunia Timur itu mengatakan :
“Saya tahu persis kehebatan semua nilai Islam dalam Al-Quran.
Tapi tolong tunjukkan satu komunitas Muslim di dunia yang bisa menggambarkan kehebatan ajaran Islam”.
Dan Abduh pun terdiam.
Satu abad kemudian beberapa peneliti dari berbagai dunia ingin membuktikan tantangan Renan.
Mereka menyusun lebih dari seratus nilai-nilai luhur Islam, seperti kejujuran (shiddiq), amanah, keadilan, kebersihan, ketepatan waktu, empati, toleransi, dan sederet ajaran Al-Quran serta akhlaq Rasulullah SAW.
Berbekal sederet indikator yang mereka sebut sebagai 'islamicity index' mereka datang ke lebih dari 200 negara untuk mengukur seberapa islami negara-negara tersebut.
Hasilnya
Apa itu islam ?
Bagaimana sebuah negara atau seseorang dikategorikan islami ?
Kebanyakan ayat dan hadits menjelaskan Islam dengan menunjukkan indikasi-indikasinya, bukan definisi.
Misalnya hadits yang menjelaskan bahwa :
“Seorang Muslim adalah orang yang disekitarnya selamat dari tangan dan lisannya”.
Itu indikator.
Atau hadits yang berbunyi :
“Keutamaan Islam seseorang adalah yang meninggalkan yang tak bermanfaat”.
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hormati tetangga ... hormati tamu."
"Bicara yang baik atau diam”.
Jika kita koleksi sejumlah hadits yang menjelaskan tentang islam dan iman, maka kita akan menemukan ratusan indikator keislaman seseorang yang bisa juga diterapkan pada sebuah keluarga,masyarakat, kota, bahkan negara.
Dengan indikator-indikator diatas tak heran ketika Muhamad Abduh ulama mesir melawat ke berbagai negara akhirnya dia berkomentar :
“Saya tidak melihat Muslim disini, tapi merasakan (nilai-nilai) Islam, sebaliknya saya melihat begitu banyak Muslim, tapi hampir tak melihat (nilai nilai) Islam”.
Pengalaman temen ketika berkesempatan berkunjung ke suatu negara
Beliau heran melihat penduduk disana yang tak pernah mengunci pintu rumahnya.
Saat salah seorang penduduk ditanya tentang hal ini, mereka malah balik bertanya : “mengapa harus dikunci ?”
Di kesempatan lain, masih di suatu negara, seorang pimpinan ormas Islam pernah ketinggalan kamera di halte bis.
Setelah beberapa jam kembali ke tempat itu, kamera masih tersimpan dengan posisi yang tak berubah.
Sungguh ironis jika kita bandingkan dengan keadaan di negeri muslim yang sendal jepit saja bisa hilang di rumah Allah yang Maha Melihat.bahkan kotak amal saja hilang
Padahal jelas-jelas kata “iman” sama akar katanya dengan aman.
Artinya, jika semua penduduk beriman, seharusnya bisa memberi rasa aman.
Mungkin Penduduk suatu negara menemukan rasa aman padahal (mungkin) tanpa iman.
Tetapi kita merasa tidak aman ditengah orang-orang yang (mengaku) beriman.krna sering di kafir kafirkan celaan hujatan makian di mana mana
Seorang teman bercerita, di Jerman, seorang ibu marah kepada seorang Indonesia yang menyebrang saat lampu penyebrangan masih merah :
“Saya mendidik anak saya bertahun-tahun untuk taat aturan, hari ini Anda menghancurkannya.
Anak saya ini melihat Anda melanggar aturan, dan saya khawatir dia akan meniru Anda”.
Sangat kontras dengan pemandangan yang seorang dengan pakaian islami seperti sarung dan baju koko naik motor tanpa helm ,naik di atas kap mobil
Ketika ditangkap polisi karena melanggar, malah tampangnya judes jutek kecut dengan menyebut-nyebut bahwa dirinya mau ngaji
Mengapa kontradiksi ini terjadi ?
Syaikh Basuni, ulama Kalimantan, pernah berkirim surat kepada Muhamad Rashid Ridha, ulama terkemuka dari Mesir.
Suratnya berisi pertanyaan :
“Limadza taakhara muslimuuna wataqaddama ghairuhum ?”
("Mengapa muslim terbelakang dan umat yang lain maju?")
Surat itu dijawab panjang lebar dan dijadikan satu buku dengan judul yang dikutip dari pertanyaan itu.
Inti dari jawaban Rasyid Ridha, Islam mundur karena meninggalkan ajarannya, sementara Barat maju karena meninggalkan ajarannya.
Umat Islam terbelakang karena meninggalkan ajaran 'iqro' (membaca) dan cinta ilmu.
Tidak aneh dengan situasi seperti itu, Indonesia saat ini menempati urutan ke-111 dalam hal tradisi membaca.
Muslim juga meninggalkan budaya disiplin dan amanah, sehingga tak heran negara-begara Muslim terpuruk di kategori 'low trust society' yang masyarakatnya sulit dipercaya dan sulit mempercayai orang lain alias selalu penuh curiga.hobi menghujat mencela bahkan mengkafir kafirkan
Muslim meninggalkan budaya bersih yang menjadi ajaran Islam, karena itu jangan heran jika kita melihat mobil-mobil mewah di kota-kota besar tiba-tiba melempar sampah ke jalan melalui jendela mobilnya.
Siapa yang salah ?
Mungkin yang salah saya karna kurang piknik...
Seandainya keislaman sebuah negara itu diukur dari jumlah jama’ah hajinya pastilah Indonesia ada di ranking pertama.
Wallahualam
Kepada Renan, filosof Prancis, Abduh dengan lantang menjelaskan bahwa agama Islam itu hebat, cinta ilmu, mendukung kemajuan dan lain sebagainya.
Dengan ringan Renan, yang juga pengamat dunia Timur itu mengatakan :
“Saya tahu persis kehebatan semua nilai Islam dalam Al-Quran.
Tapi tolong tunjukkan satu komunitas Muslim di dunia yang bisa menggambarkan kehebatan ajaran Islam”.
Dan Abduh pun terdiam.
Satu abad kemudian beberapa peneliti dari berbagai dunia ingin membuktikan tantangan Renan.
Mereka menyusun lebih dari seratus nilai-nilai luhur Islam, seperti kejujuran (shiddiq), amanah, keadilan, kebersihan, ketepatan waktu, empati, toleransi, dan sederet ajaran Al-Quran serta akhlaq Rasulullah SAW.
Berbekal sederet indikator yang mereka sebut sebagai 'islamicity index' mereka datang ke lebih dari 200 negara untuk mengukur seberapa islami negara-negara tersebut.
Hasilnya
Apa itu islam ?
Bagaimana sebuah negara atau seseorang dikategorikan islami ?
Kebanyakan ayat dan hadits menjelaskan Islam dengan menunjukkan indikasi-indikasinya, bukan definisi.
Misalnya hadits yang menjelaskan bahwa :
“Seorang Muslim adalah orang yang disekitarnya selamat dari tangan dan lisannya”.
Itu indikator.
Atau hadits yang berbunyi :
“Keutamaan Islam seseorang adalah yang meninggalkan yang tak bermanfaat”.
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hormati tetangga ... hormati tamu."
"Bicara yang baik atau diam”.
Jika kita koleksi sejumlah hadits yang menjelaskan tentang islam dan iman, maka kita akan menemukan ratusan indikator keislaman seseorang yang bisa juga diterapkan pada sebuah keluarga,masyarakat, kota, bahkan negara.
Dengan indikator-indikator diatas tak heran ketika Muhamad Abduh ulama mesir melawat ke berbagai negara akhirnya dia berkomentar :
“Saya tidak melihat Muslim disini, tapi merasakan (nilai-nilai) Islam, sebaliknya saya melihat begitu banyak Muslim, tapi hampir tak melihat (nilai nilai) Islam”.
Pengalaman temen ketika berkesempatan berkunjung ke suatu negara
Beliau heran melihat penduduk disana yang tak pernah mengunci pintu rumahnya.
Saat salah seorang penduduk ditanya tentang hal ini, mereka malah balik bertanya : “mengapa harus dikunci ?”
Di kesempatan lain, masih di suatu negara, seorang pimpinan ormas Islam pernah ketinggalan kamera di halte bis.
Setelah beberapa jam kembali ke tempat itu, kamera masih tersimpan dengan posisi yang tak berubah.
Sungguh ironis jika kita bandingkan dengan keadaan di negeri muslim yang sendal jepit saja bisa hilang di rumah Allah yang Maha Melihat.bahkan kotak amal saja hilang
Padahal jelas-jelas kata “iman” sama akar katanya dengan aman.
Artinya, jika semua penduduk beriman, seharusnya bisa memberi rasa aman.
Mungkin Penduduk suatu negara menemukan rasa aman padahal (mungkin) tanpa iman.
Tetapi kita merasa tidak aman ditengah orang-orang yang (mengaku) beriman.krna sering di kafir kafirkan celaan hujatan makian di mana mana
Seorang teman bercerita, di Jerman, seorang ibu marah kepada seorang Indonesia yang menyebrang saat lampu penyebrangan masih merah :
“Saya mendidik anak saya bertahun-tahun untuk taat aturan, hari ini Anda menghancurkannya.
Anak saya ini melihat Anda melanggar aturan, dan saya khawatir dia akan meniru Anda”.
Sangat kontras dengan pemandangan yang seorang dengan pakaian islami seperti sarung dan baju koko naik motor tanpa helm ,naik di atas kap mobil
Ketika ditangkap polisi karena melanggar, malah tampangnya judes jutek kecut dengan menyebut-nyebut bahwa dirinya mau ngaji
Mengapa kontradiksi ini terjadi ?
Syaikh Basuni, ulama Kalimantan, pernah berkirim surat kepada Muhamad Rashid Ridha, ulama terkemuka dari Mesir.
Suratnya berisi pertanyaan :
“Limadza taakhara muslimuuna wataqaddama ghairuhum ?”
("Mengapa muslim terbelakang dan umat yang lain maju?")
Surat itu dijawab panjang lebar dan dijadikan satu buku dengan judul yang dikutip dari pertanyaan itu.
Inti dari jawaban Rasyid Ridha, Islam mundur karena meninggalkan ajarannya, sementara Barat maju karena meninggalkan ajarannya.
Umat Islam terbelakang karena meninggalkan ajaran 'iqro' (membaca) dan cinta ilmu.
Tidak aneh dengan situasi seperti itu, Indonesia saat ini menempati urutan ke-111 dalam hal tradisi membaca.
Muslim juga meninggalkan budaya disiplin dan amanah, sehingga tak heran negara-begara Muslim terpuruk di kategori 'low trust society' yang masyarakatnya sulit dipercaya dan sulit mempercayai orang lain alias selalu penuh curiga.hobi menghujat mencela bahkan mengkafir kafirkan
Muslim meninggalkan budaya bersih yang menjadi ajaran Islam, karena itu jangan heran jika kita melihat mobil-mobil mewah di kota-kota besar tiba-tiba melempar sampah ke jalan melalui jendela mobilnya.
Siapa yang salah ?
Mungkin yang salah saya karna kurang piknik...
Seandainya keislaman sebuah negara itu diukur dari jumlah jama’ah hajinya pastilah Indonesia ada di ranking pertama.
Wallahualam
COMMENTS