Tafsir Muhammad 10-11 أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ دَمَّرَ اللَّهُ عَل...
Tafsir Muhammad 10-11
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ دَمَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَلِلْكَافِرِينَ أَمْثَالُهَا (10) ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ مَوْلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَأَنَّ الْكَافِرِينَ لَا مَوْلَى لَهُمْ (11
Maka Apakah mereka tidak Mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka; Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu. yang demikian itu karena Sesungguhnya Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman dan karena Sesungguhnya orang-orang kafir itu tidak mempunyai Pelindung (Muhammad 10-11)
Tafsir ayat :
Tafsir Imam Qurtubi : “ apakah mereka tidak berjalan dimuka bumi Ad, tsamud, kaum luth dan selain mereka agar mereka bisa mengambil pelajaran atas apa yang menimpa mereka dengan hati kalian, lihatlah bagaimana keadaan orang-orang kafir sebelum mereka. Allah SWT timpakan atas kebinasaan atas mereka yakni Allah hancurkan mereka, kemudian Allah SWT mengancam seraya mengucapkan “dan orang-orang kafir yang akan menerima azab serupa”.
Yakni yang dimaksud, “ apakah mereka tidak melihat bagaimana keadaan-keadaan orang-orang terdahulu yang menentang Rasulullah SAW dan enggan untuk beriman kepada Rasul SAW, dimulai dari kaum Ad, Tsaud, luth dan selain dari mereka, semua Allah SWT binasakan dan tidak tersisa sama sekali, dan Allah SWT selamatkan setiap orang beriman dari pada mereka dari azab dan kerusakan.
Dari ayat diatas ada sebuah kalimat berkenaan dengan masalah “mengadakan perjalanan” ada apa dengan perjalanan tersebut dan apa hikmah dibalik setiap perjalanan ? mengapa Allah SWT menyuruh kaum musyrik untuk melakukan perjalanan ? apakah perintah itu berlaku untuk kita ?
Pertama : sudah menjadi kebiasaan manusia berpindah dari satu tempat ketempat yang lain dengan berbagai macam motivasi dan tujuan, Para Anbiya Alaihissalam dimulai dari nabi adam mengadakan perjalanan setelah diturunkan oleh Allah SWT dimuka bumi.
Nabi Adam as diturunkan ke bumi terpisah jauh dari isterinya Hawa. Menurut suatu riwayat, Nabi Adam as diturunkan di India, dalam riwayat lain disebutkan di Sri Lanka. Ada juga pendapat bahwa Nabi Adam as diturunkan di gunung tertinggi di dunia, yaitu di Gunung Everest di Himalaya. Mengenai hal ini, karena dahulu kala memang belum ada negara India, Sri Lanka maupun Himalaya, kita sebut saja daerah pengunungan tertinggi di Asia .Sementara Hawa diturunkan di Jeddah, bagian dari kota Makkah (sekarang Arab Saudi). Tapi ada juga yang menyebutkan Hawa diturunkan di tempat yang sekarang bernama Irak. Bisa jadi juga kedua tempat ini, pada jaman dahulu masih merupakan satu kesatuan wilayah.
Setelah saling mencari, dengan petunjuk Allah Swt. dan bimbingan Malaikat Jibril, Nabi Adam as dan Hawa akhirnya bertemu di Jabal Rahmah, di padang Arafah. Bayangkan, bagaimana haru biru dan dahsyatnya pertemuan dua insan manusia pertama yang terjadi di tempat ini. Kesepian dan kerinduan yang terpendam akhirnya terobati. Maka Jabal Rahmah di Arafah jadi tempat bersejarah. Tempat ini merupakan tempat yang istimewa bagi ummat Islam di seluruh dunia yang menunaikan haji karena di tempat inilah dilaksanakan salah satu rukun haji yakni wukuf, tidak ada haji bagi jamaah haji yang tidak melakukan wukuf. Inilah tempat untuk mengenang pertemuan Nabi Adam as dengan Hawa.
Kedua : perjalanan para nabi yang disebutkan didalam Al-Qur’an yaitu nabi Ibrahim, yang disinggung didalam surat Al-Qur’an :
Nabi Ibrahim keluar meninggalkan negerinya dan memulai petualangannya dalam hijrah. Nabi Ibrahim pergi ke kota yang bernama Aur dan ke kota yang lain bernama Haran, kemudian beliau pergi ke Palestina bersama isterinya, satu-satunya wanita yang beriman kepadanya. Beliau juga disertai Luth, satu-satunya lelaki yang beriman kepadanya. Allah SWT berfirman:
فَآمَنَ لَهُ لُوطٌ وَقَالَ إِنِّي مُهَاجِرٌ إِلَى رَبِّي إِنَّهُ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (26)
“Maka Luth membenarkan (kenabian)nya. Dan berkatalah Ibrahim: ‘Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku (kepadaku); sesungguhnya Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.’” (QS. al-Ankabut: 26)
Setelah ke Palestin, Nabi Ibrahim pergi ke Mesir. Selama perjalanan ini Nabi Ibrahim mengajak manusia untuk menyembah Allah SWT, bahkan beliau berjuang dalam hal itu denqan gigih. Beliau mengabdi dan membantu orang-orang yang tidak mampu dan orang-orang yang lemah. Beliau menegakkan keadilan di tengah-tengah manusia dan menunjukkan kepada mereka jalan yang benar.
Isteri Nabi Ibrahim, Sarah, tidak melahirkan, lalu raja Mesir memberikan seorang pembantu dari Mesir yang dapat membantunya. Nabi Ibrahim telah menjadi tua dan rambutnya memutih di mana beliau menggunakan usianya hanya untuk berdakwah di jalan Allah SWT. Sarah berfikir bahawa ia dan Nabi Ibrahim tidak akan mempunyai anak, lalu ia berfikir bagaimana seandainya wanita yang membatunya itu dapat menjadi isteri kedua dari suaminya. Wanita Mesir itu bernama Hajar. Akhirnya, Sarah menikah-kan Nabi Ibrahim dengan Hajar, kemudian Hajar melahirkan anaknya yang pertama yang dinamakan oleh ayahnya dengan nama Ismail. Nabi Ibrahim saat itu menginjak usia yang sangat tua ketika Hajar melahirkan anak pertamanya, Ismail.
Nabi Ibrahim hidup di bumi Allah SWT dengan selalu menyembah-Nya, bertasbih, dan menyucikan-Nya. Kita tidak mengetahui, berapa jauh jarak yang ditempuh Nabi Ibrahim dalam perjalanannya. Beliau adalah seorang musafir di jalan Allah SWT. Seorang musafir di jalan Allah SWT menyedari bahawa hari-hari di muka bumi sangat cepat berlalu, kemudian di tiupkan sangkakala lalu terjadilah hari kiamat dan kemudian hari kebangkitan.
Ketiga : begitu perjalanan spiritual yang dilakukan oleh Nabi musa bersama pembantunya untuk mencari seseorang yang bernama Khidir As. Sebagaimana dikisahkan didalam Al-Qur’an
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا
dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke Pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun”. (Al-kahfi 60)
فَوَجَدَا عَبْدًا مِّنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِندِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِن لَّدُنَّا عِلْمًا
“Seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” ( al-Kahfi: 65)
Al-Quran al-Karim tidak menyebutkan siapa nama hamba yang dimaksud, yaitu seorang hamba yang dicari oleh Musa agar ia dapat belajar darinya. Nabi Musa adalah seseorang yang diajak berbicara langsung oleh Allah s.w.t dan ia salah seorang ulul azmi dari para rasul. Beliau adalah pemilik mukjizat tongkat dan tangan yang bercahaya dan seorang Nabi yang Taurat diturunkan kepadanya tanpa melalui perantara. Namun dalam kisah ini, beliau menjadi seorang pencari ilmu yang sederhana yang harus belajar kepada gurunya dan menahan penderitaan di tengah-tengah belajarnya itu. Lalu, siapakah gurunya atau pengajarnya? Pengajarnya adalah seorang hamba yang tidak disebutkan namanya dalam Al-Quran meskipun dalam hadis yang suci disebutkan bahawa ia adalah Khidir as.
Ilmu Musa yang berlandaskan syariat menjadi bingung ketika menghadapi ilmu hamba ini yang berlandaskan hakikat. Syariat merupakan bahagian dari hakikat. Terkadang hakikat menjadi hal yang sangat samar sehingga para nabi pun sulit memahaminya. Awan tebal yang menyelimuti kisah ini dalam Al-Quran telah menurunkan hujan lebat yang darinya mazhab- mazhab sufi di dalam Islam menjadi segar dan tumbuh. Bahkan terdapat keyakinan yang menyatakan adanya hambat-hamba Allah s.w.t yang bukan termasuk nabi dan syuhada namun para nabi dan para syuhada “cemburu” dengan ilmu mereka. Keyakinan demikian ini timbul kerana pengaruh kisah ini.
Keempat : Rasulullah SAW dikisahkan didalam Al-Qur’an bahwa Allah SWT memperjalankannya dimalam hari kebaitul maqdis hingga kesidrotul muntaha. Pada kejadian itu banyak sekali pelajaran yang dapat diambil darinya, sehingga sudah selayaknya kita sebagai muslim mempelajari tentang kejadian yang terjadi pada isra’ dan mi’raj insyaAllah kami akan membahasnya pada tulisan yang akan datang.
Kelima : para Ulama baik ulama fiqih maupun hadits mereka hidupnya tidak menetap, bahkan tidak jarang diantara mereka yang tidak pernah menetap dikarenakan seringnya berpindah dalam menuntut ilmu dan mencari hadits.
Maka didalam berperjalanan, baik dalam menuntut ilmu ataupun melakukan perjalanan yang diperbolehkan sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu hurairah berkenaan dengan perjalanan seorang sahabat bernama Abdullah yang melakukan pelayaran dilaut dan perbuatan itu diperkenankan oleh Rasulullah SAW maka diantara adabnya adalah :
a. Meluruskan Niat dan berusaha Ikhlas karena Allah SWT dalam mencari ilmu.
Seorang yang belajar ilmu harus mengikhlaskan niatnya dan bertujuan untuk mencai ridha Allah, dan tidak menjadikan ilmu ini sebagai cara untuk mendapatkan kedudukan dan pangkat, dan juga kemuliaan.
b. Senantiasa berhati-hati dari tujuan yang membawa pada keinginan duniawi.
Seorang yang belajar atau mencari Hadits hendaklah hatinya terbebas dari sifat-sifat yang bersifat keduniawiaan, seperti kemuliaan dan popularitas yang berakibat adanya kesombongan dalam diri. Sebagaimana Hadits Rasulullah SAW: “Barangsiapa yang belajar satu ilmu yang seharusnya hanya ditujukan untukAllah SWT, namun ia tidak mempelajarinya melainkan karena maksud-maksud duniawi saja; niscaya ia tidak akan memperoleh harumnya bau surga di hari kiamat”
c. Hendaknya ia memberikan petunjuk/arahan kepada shahabat-shahabat dan saudara-saudaranya dalam rangka memperoleh beberapa faedah, tanpa menyembunyikan apa yang diketahui kepada mereka sedikitpun. Menyembunyikan faedah-faedah ilmiyyah dalam mencari hadits termasuk kehinaan yang bisa menjatuhkannya ke dalam kebodohan, sebab tujuan mencari ilmu adalah untuk menyebarkannya.
Keenam : imam syafii dalam syairnya menganjurkan agar kita melakukan rihlah :
ما في المقامِ لذي عقلٍ وذي أدبِ مِنْ رَاحَة فَدعِ الأَوْطَانَ واغْتَرِبِ
tidaklah berdiam di tempatnya orang2 berakal dan beradab,
dari rehatnya dia berpisah dan dari negerinya dia mengasingkan diri
سافر تجد عوضاً عمَّن تفارقهُ وَانْصِبْ فَإنَّ لَذِيذَ الْعَيْشِ فِي النَّصَبِ
berpergianlah, akan kau temukan pengganti yang telah engkau tinggalkan,
berusahalah, sungguh kenikmatan hidup ada pada kerasnya usaha
إني رأيتُ وقوفَ الماء يفسدهُ إِنْ سَاحَ طَابَ وَإنْ لَمْ يَجْرِ لَمْ يَطِبِ
sungguh aku melihat diamnya air merusakkannya,
bila bergerak ia jernih, bila tak mengalir maka ia tak menyehatkan
والأسدُ لولا فراقُ الأرض ما افترستوالسَّهمُ لولا فراقُ القوسِ لم يُصِبِ
dan singa yang tak tinggalkan sarangnya takkan memangsa,
dan panah yang tak terlepas dari busurnya takkan mengena
والشمس لو وقفت في الفلكِ دائمةً لَمَلَّهَا النَّاسُ مِنْ عُجْمٍ وَمِنَ عَرَبِ
dan matahari yang bertetap pada peredarannya,
tentu akan menjemukan manusia, baik dari ajam maupun arab
والتَّبْرَ كالتُّرْبَ مُلْقَىً في أَمَاكِنِهِ والعودُ في أرضه نوعً من الحطب
dan biji emas tak ada bedanya dengan biji tanah saat tercampur di tempatnya,
kayu gaharu terserak di tanah pun serupa dengan kayu bakar
فإن تغرَّب هذا عزَّ مطلبهُ وإنْ تَغَرَّبَ ذَاكَ عَزَّ كالذَّهَبِ
bila kau pisahkan biji emas dari tanah, maka mulia dia dan dicari,
bila kau pisahkan kayu gaharu dari kayu bakar, ia akan seharga emas
Sebab turunnya ayat ini :
Sebab turun ayat ini dikatakan oleh Qotadah, bahwa ayat ini diturunkan pada perang uhud, dan Nabi SAW sedang berada disebuah bukit. Orang –orang kafir pada saat itu berteriak : “ hari demi hari, uzza milik kami bukan milik kalian” maka Rasulullah SAW menjawab : “ katakanlah oleh kalian : “ Allah pelindung kami, bukan pelindung kalian”.
Penulis : Al-Mudznib Ahmad alfarisi Mawardi H.Abd Rasyid
COMMENTS